“HAM
DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA”
Indri
Sinta Octari
Sosiologi
pembangunan A
Universitas
Negeri Jakara
Pendahuluan
Sebagai
negara berkembang, Indonesia terus membenahi dengan banyaknya aktivitas
pembangunan. Pembangunan-pembangun tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia
tapi juga di negara berkembang lainnya. Aktivitas tersebut misalnya pembanguna
pabrik, jalan tol, pusat perbelanjaan, perumahan dan lain lain yang menggerus
lahan. Banyaknya aktivitas pembangunan tersebut bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat namun tidak banyak juga aktivitas pembangunan tersebut yang mengusik
Hak Asasi Manusia itu sendiri.
Seperti
yang kita ketahui bahwa ham dan pembangunan tidak akan pernah bisa berjalan
beriringan. Lalu pembangunan seperti apa yang tetap mengedepankan ham? Pada
dasarnya pembangunan bukan semata-mata melaksanakan proyek-proyek, melainkan
dinamik dan gerak majunya suatu sistem sosial keseluruhan (Soedjatmoko, 1996:
208). Hal ini berarti bahwa usaha pembangunan tidaklah dipandang dari segi
peningkatan kesejahteraan material semata, melainkan pembangunan manusia
seutuhnya sebagai tujuan utama pembangunan.
Pembangunan
dalam konteks pengertian tersebut bukan merupakan kata benda netral yang
menjelaskan proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, politik,
budaya, infrastruktur masyarakat, dan sebagainya, melainkan sebuah wacana,
suatu pendirian, bahkan merupakan suatu ideologi dan teori tentang perubahan
sosial. Menurut Fakih (2001:10), katapembangunan dalam konteks tersebut
merupakan suatu “aliran” dan keyakinan ideologis, teoretis serta praktik
mengenai perubahan sosial.
HAM
merupakan isu strategis abad ini, disamping isu-isu lain seperti penegakan
kedaulatan hukum dan demokratisasi, lingkungan hidup, gender, dan ikhtiar
antarbudaya. Seperti dicatat oleh David Korten (1993:28), HAM merupakan salah
satu isu yang menembus agama, varian ideologis, kewilayahan, Timur-Barat,
Utara-Selatan. Penegakan HAM merupakan salah satu ius cogen atau standar
normatif manusia beradab dewasa ini.
Dalam
konteks pembangunan, HAM menjadi rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh negara
atau pemerintahdalam menjalankan misinya agar tidak menjadikan pembangunan
sebagai tujuan dengan mengorbankan manusia demi pembangunan. Sistem-sistem
hukum harus mampu mendorong dan mengembangkan pembangunan secara seimbang
sambil melindungi dan memajukan keadilan sosial.
Melalui
konsep HAM akan dapat diketahui segi-segi kebutuhan dasar manusia yang belum
terpenuhi, sehingga argumen dan arah pembangunan dapat dikembangkan. Tanpa
rambu-rambu kemanusiaan, pembangunan akan terasa sebagai tindakan yang
memuliakan benda dan merendahkan martabat manusia. Sebagai rambu-rambu, HAM menjadi acuan, tidak saja dalam pelaksanaan pembangunan,
melainkan sejak perencanaan pembangunan.
Pembahasan
Pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) atas nama pembangunan menjadi tantangan serius di
Indonesia. Dimana, atas nama pembangunan justru berujung pelanggaran HAM yang
masif, baik di level nasional maupun daerah. tantangan mengintegrasikan HAM ke dalam praktik pembangunan, yang
dapat diwujudkan dengan menjadikan masyarakat sebagai inti dari proses
pembangunan.
Dalam beberapa
waktu ini kita dihadapkan pada pendekatan pembangunan yang justru seringkali
berujung pada pelanggaran HAM yang semakin massif. masyarakat dipinggirkan dari proses
pembangunan, dan bahkan dalam banyak kasus juga dikorbankan atas nama
pembangunan. Dimana, dorongan untuk mencapai target ekonomi, dibayar dengan
pengenyampingan nilai kemanusiaan.
Apabila ditilik persoalan HAM dan Pembangunan
di Indonesia Di antara berbagai persoalan terkait dengan HAM, maka persoalan
pembangunan menjadi masalah yang krusial. Di samping itu, di dalam teori
pembangunan sendiri banyak isu yang kontroversial. Clements (1997:4) mencatat,
bahwa secara umum hal tersebut mencerminkan ketidakpastian politik dan ekonomi
mengenai kegunaan dan atau penerimaan politis terhadap teori-teori pembangunan
dalam memecahkan masalah-masalah mendasar, seperti pertambahan angka
pengangguran produktif, kemiskinan urban dan pedesaan, penurunan ketimpangan
ekonomi dan sosial.
Tantangan yang dihadapi dan sangat mengganggu
adalah cara pandang sebagian kalangan yang menganggap bahwa HAM merupakan
konsep yang menghalangi proses pembangunan. Pihak-pihak yang mengedepankan HAM
dianggap mengabaikan kepentingan umumdan kepentingan nasional yang lebih besar.
Dalam pembangunan, pengingkaran hak-hak individu dimungkinkan menurut cara
pandang ini. Pembangunan harus dikawal dengan stabilitas politik yang secara
konkret bermakna pembatasan hak-hak individu. Cara pandang yang
mempertentangkan tersebut berakibat padaterjadinya berbagai pelanggaran HAM
yang disebabkan oleh praktek-praktek represif, pembatasan partisipasi rakyat,
dan eksploitasi, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Salah satu contoh kasus
pelanggaran HAM atas nama pembangunan adalah penggusuran. Di Indonesia sendiri
sudah banyak penggusuran yang dilakukan
untuk membebaskan lahan dan dijadikan sesuatu untuk insrastukur dan kepentingan
sebuah kota. Misalnya kasus penggusuran yang terjadi di daerah Manggarai.
Warga RW 12
Manggarai, Jakarta Selatan mau tak mau harus siap menghadapi penggusuran yang
dilakukan oleh PT Kereta Api Indoenesia (PT KAI). Penggusuran tersebut
dilakukan oleh PT KAI sebagai upaya untuk membebaskan lahan yang rencananya
akan dibangun double double track (DDT) Manggarai-Bandara Soekarno Hatta.
Warga Manggarai
menilai PT KAI tidak transparan dalam hal anggaran pelaksanana, perizinan, master plan, amdal, serta
penyusunan studi kelayakan biaya tanah secara keseluruhan. Mereka pun sudah
mengadukan nasib mereka kepada pihak-pihak terkait mulai dari Komnas HAM,
Ombudsman, bahkan hingga mengadu kepada Presiden Joko Widodo. Pembangunan DDT Manggarai-Bandara Soekarno
Hatta memang merupakan salah satu proyek strategi nasional PT KAI seperti yang
tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Direktur Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengatakan
pada prinsipnya proses pembangunan infrastruktur dan penegakan hak asasi
manusia (HAM) bisa berjalan beriringan. Penolakan terhadap relokasi atau penggusuran bukan berarti penolakan
terhadap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Yang terpenting dalam proses relokasi atau penggusuran, partisipasi warga
dan proses musyawarah dengan warga harus dilakukan dengan baik oleh pemerintah.
Namun, hal itulah yang justru sering tidak dilakukan oleh pemerintah.
Penggusuran dengan paksaan,justru akan menimbulkan kemiskinan struktural. Karena orang-orang yang lahannya dirampas justru akan terjebak dalam jurang kemiskinanan. Indonesia seharusnya melihat kembali kovenan internasional hak ekonomi, sosial, dan budaya yang sudah disahkan menjadi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 oleh DPR dan pemerintah. Namun, nyatanya, selama ini proses relokasi maupun penggusuran yang dilakukan pemerintah tidak pernah mengacu pada kovenan tersebut sebagai bahan pertimbangan.
Penggusuran dengan paksaan,justru akan menimbulkan kemiskinan struktural. Karena orang-orang yang lahannya dirampas justru akan terjebak dalam jurang kemiskinanan. Indonesia seharusnya melihat kembali kovenan internasional hak ekonomi, sosial, dan budaya yang sudah disahkan menjadi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 oleh DPR dan pemerintah. Namun, nyatanya, selama ini proses relokasi maupun penggusuran yang dilakukan pemerintah tidak pernah mengacu pada kovenan tersebut sebagai bahan pertimbangan.
PBB sudah
menganggap penggusuran paksa sebagai kejahatan HAM yang serius.
Dikatakan sebagai kejahatan HAM serius karena dalam proses penggusuran terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan secara berlapis. Tak hanya perampasan hak atas tanah dan bangunannya, tetapi juga hak asasi kesehatan, hak asasi identitas, bahkan asasi pendidikannya.
Dikatakan sebagai kejahatan HAM serius karena dalam proses penggusuran terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan secara berlapis. Tak hanya perampasan hak atas tanah dan bangunannya, tetapi juga hak asasi kesehatan, hak asasi identitas, bahkan asasi pendidikannya.
Pemberian uang ganti rugi yang sesuai
dengan nilai tanah atau rumah yang digusur sudah sesuai dengan prinsip HAM. Hal
ini karena masalah ganti rugi sebenarnya tidak hanya soal ganti rugi secara fisik,
tapi ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam ganti rugi atas suatu
penggusuruan.
Pemerintah, baik pusat maupun daerah ingin
bergerak cepat dalam proses pembangunan infrastruktur, tetapi masyarakat juga
seharusnya diajak untuk ikut terlibat dalam proses pembangunan tersebut. Keterlibatan masyarakat dalam
proses pembangunan justru bisa memberikan dampak positif, misalnya bisa
mengurangi biaya pemerintah untuk pembangunan, terutama biaya pemerintah untuk
ganti rugi.